Pegawai Negeri untuk golongan 3A (di depatemen kehutanan) paling hanya mendapat tunjangan sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) ditambah uang pensiun sebesar Rp 2,2 juta hingga Rp 2,5 juta per bulannya," jawab bapak tadi.
"Saya sudah bekerja selama 30 tahunan,…", dst. demikian percakapan saya dengan sang Bapak yang sedang mempersiapkan masa pensiunnya.
Saya langsung berpikir bahwa betapa banyak saudara kita yang masih mengalami hal yang sama dengan sang Bapak tadi, bekerja dengan jujur selama puluhan tahun namun ketika pensiun hanya menerima sedikit tunjangan ditambah dengan uang pensiun ala kadarnya.
Pertanyaannya adalah apakah itu mencukupi?, jawabnya tentu tidak mencukupi. Contoh diatas adalah kondisi yang dialami oleh seorang pegawai negeri non BUMN, tentu ini berbeda dengan pegawai BUMN dan juga akan berbeda dengan seoarang pegawai swasta maupun karyawan perusahaan asing yang ada di Indonesia, namun berdasarkan penelitian singkat dapat kami sampaikan bahwa apapun kondisi yang dialami oleh seorang pegawai maka kebutuhan akan dana pensiun berpotensi tidak mencukupi, dengan kata lain ketika memasuki pensiun maka bersiaplah menghadapi kemiskinan.
Miskin? Ya, ini merupakan momok yang ditakuti oleh siapapun, mengapa ini dapat terjadi bagi mereka yang akan memasuki pensiun?, ada tiga kesalahan utama dalam merencanakan program pensiun sehingga dapat menyebabkan kemiskinan itu terjadi yaitu:
1. Terlambat memulai;
2. Menyimpan terlalu sedikit;
3. Penempatan dana pensiun yang sangat konservatif.
Jika kita sebagai karyawan maka ada suatu kewajiban tambahan yang harus dilakukan oleh kita sebagai sang pekerja yaitu mutlak untuk memulai melakukan investasi dengan tujuan untuk menyongsong masa pensiun. Mengapa ini menjadi mutlak?, jawabnya singkat agar tidak miskin disaat pensiun.
Fakta yang ada, banyak diantara kita utamanya pekerja yang masih muda dengan kisaran usia 20 tahunan hingga awal 30 tahunan lupa bahkan tidak memikirkan masalah pensiun sama sekali. Suka atau tidak pensiun itu pasti datang (jika kita memiliki usia yang panjang). Bicara masalah pensiun banyak diantara mereka yang berpikir bahwa pensiun masih jauh, lebih baik memikirkan kebutuhan finansial lain seperti memiliki rumah, membeli makanan dan perlengkapan anak (susu, pampers, dll).
Sebagai konsekuensi atas prioritas kebutuhan maka kebutuhan jangka pendeklah yang ‘wajib’ diperhatikan dan dilakukan terlebih dahulu, kebutuhan pensiun 'nyaris' dilupakan.
Dalam beberapa kasus pada akhirnya sejalan dengan pertambahan usia, sebagian kecil diantara para pekerja mulai menyadari akan pentingnya mempersiapkan kebutuhan dana pensiun, namun sayangnya dana yang didapat dari perusahaan masih sangat sedikit, hal ini diperparah dengan investasi yang dilakukan secara individu-pun masih terlalu sedikit, ditambah lagi dengan penempatan investasi dana pensiun pada suatu instrumen investasi yang tidak tepat, meskipun waktu pensiun masih sangat panjang (diatas 8 tahun) namun dana ditempatkan pada instrumen yang sangat konservatif seperti deposito, obligasi ritel, ataupun reksa dana pasar uang atau di reksa dana pendapatan tetap, dengan kecenderungan menekan faktor resiko, tanpa memikirkan pertumbuhan yang layak dari dana pensiun tersebut.
Yayasan 'Dana Pensiun' diperusahaan tempat ia bekerja pun masih memiliki pola pikir yang tidak jauh berbeda dengan sebagian besar karyawannya sehingga pertumbuhan dana pensiun cenderung tidak seimbang dengan pertumbuhan inflasi, bahkan sangat berpotensi untuk tergerus oleh inflasi. Hmm.., jika hal ini terjadi maka sudah dapat dipastikan kesejahteraan akan menurun drastis pada saat pensiun kelak alias menjadi miskin.