Banyak diantara kita merasa sudah melakukan perencanaan keuangan, namun fakta menunjukan pada saat dana tersebut dibutuhkan ternyata tidak mencukupi.
Penyebab utamanya adalah:
* Tidak menghitung jumlah yang dana dimasa mendatang (Future Value)
* Tidak menentukan jangka waktu investasi
* Ingin mencapai keuntungan besar tanpa dasar yang akurat
* Tidak menetapkan target pertumbuhan minimum
* Salah memilih instrumen investasi.
Selain itu banyak diantara kita tidak memiliki Uang Pertanggungan (UP) yang wajar dari Asuransi Jiwa manakala kita "dipanggil" oleh Pencipta kita Tuhan yang Maha Kuasa, sementara anak dan pasangan (Istri atau Suami) masih membutuhkan biaya.
Tanpa Rancang Bangun Perencanaan Keuangan maka seseorang berpotensi melakukan Spekulasi bukan Investasi.
Contoh kasus:
Seorang ayah (35 tahun) ingin melakukan investasi untuk pendidikan sarjana S1 putrinya yang tercinta usia 3 tahun, biaya pendidikan (universitas) pada saat ini diperkirakan sebesar Rp 95 juta, dana sang Ayah yang tersedia saat ini sebesar Rp 100 juta. Pengeluaran keluarga rata-rata sebesar Rp 7,5 juta perbulan.
Alokasi dana tersebut, sebagai berikut:
1. Sebesar Rp 50 juta ditempatkan di deposito, bunga setelah pajak sebesar 6,6% pertahun
2. Sebesar Rp 35 juta ditempatkan dalam reksadana pendapatan tetap, rata-rata return 10% per tahun
3. Sebesar Rp 15 juta ditempatkan untuk membeli beberapa saham di Bursa Efek Indonesia , rata-rata return 17% per tahun
4. Asuransi & investasi (unit linked) Uang Pertanggungan Rp 350 juta, premi regular Rp 5 juta + top-up regular Rp 1 juta.
Total premi terbayar Rp 6 juta per tahun (rencana pembayaran premi 10 tahun), alokasi dana investasi 100% pada saham (pertumbuhan 16% pertahun).
Setelah tahun ke 15 atau pada usia anak 18 tahun, maka dana tersebut:
1. Dari deposito menjadi sebesar Rp 130.415.158,85
2. Dari reksadana pendapatan tetap Rp 146.203.685,93
3. Dari hasil pembelian dan penjualan saham Rp 158.080.821,90
4. Dari pertumbuhan investasi di unit linked Rp 172.313.000,00
Total dana terkumpul untuk biaya pendidikan putri tercinta Rp 607.012.666,68
Tanpa disadari bahwa biaya pendidikan di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 18% setiap tahun, maka biaya pendidikan kelak (15 tahun) dari Rp 95 juta meningkat menjadi Rp 1.137.506.049,17 ini berarti bahwa defisit sebesar Rp 530.493.382,49 hal ini disebabkan karena:
1. Salah dalam menghitung jumlah yang dana yang dibutuhkan dimasa mendatang (Future Value)
2. Tidak menetapkan target pertumbuhan minimum
3. Salah memilih instrumen investasi
Selain itu sang Ayah belum memiliki "manajemen resiko" yang baik karena Uang Pertanggungan hanya sebesar Rp 350 juta, jauh dibawah kisaran Uang Pertanggungan yang wajar yakni sebesar Rp 1 Miliar.
Penyebab utamanya adalah:
* Tidak menghitung jumlah yang dana dimasa mendatang (Future Value)
* Tidak menentukan jangka waktu investasi
* Ingin mencapai keuntungan besar tanpa dasar yang akurat
* Tidak menetapkan target pertumbuhan minimum
* Salah memilih instrumen investasi.
Selain itu banyak diantara kita tidak memiliki Uang Pertanggungan (UP) yang wajar dari Asuransi Jiwa manakala kita "dipanggil" oleh Pencipta kita Tuhan yang Maha Kuasa, sementara anak dan pasangan (Istri atau Suami) masih membutuhkan biaya.
Tanpa Rancang Bangun Perencanaan Keuangan maka seseorang berpotensi melakukan Spekulasi bukan Investasi.
Contoh kasus:
Seorang ayah (35 tahun) ingin melakukan investasi untuk pendidikan sarjana S1 putrinya yang tercinta usia 3 tahun, biaya pendidikan (universitas) pada saat ini diperkirakan sebesar Rp 95 juta, dana sang Ayah yang tersedia saat ini sebesar Rp 100 juta. Pengeluaran keluarga rata-rata sebesar Rp 7,5 juta perbulan.
Alokasi dana tersebut, sebagai berikut:
1. Sebesar Rp 50 juta ditempatkan di deposito, bunga setelah pajak sebesar 6,6% pertahun
2. Sebesar Rp 35 juta ditempatkan dalam reksadana pendapatan tetap, rata-rata return 10% per tahun
3. Sebesar Rp 15 juta ditempatkan untuk membeli beberapa saham di Bursa Efek Indonesia , rata-rata return 17% per tahun
4. Asuransi & investasi (unit linked) Uang Pertanggungan Rp 350 juta, premi regular Rp 5 juta + top-up regular Rp 1 juta.
Total premi terbayar Rp 6 juta per tahun (rencana pembayaran premi 10 tahun), alokasi dana investasi 100% pada saham (pertumbuhan 16% pertahun).
Setelah tahun ke 15 atau pada usia anak 18 tahun, maka dana tersebut:
1. Dari deposito menjadi sebesar Rp 130.415.158,85
2. Dari reksadana pendapatan tetap Rp 146.203.685,93
3. Dari hasil pembelian dan penjualan saham Rp 158.080.821,90
4. Dari pertumbuhan investasi di unit linked Rp 172.313.000,00
Total dana terkumpul untuk biaya pendidikan putri tercinta Rp 607.012.666,68
Tanpa disadari bahwa biaya pendidikan di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 18% setiap tahun, maka biaya pendidikan kelak (15 tahun) dari Rp 95 juta meningkat menjadi Rp 1.137.506.049,17 ini berarti bahwa defisit sebesar Rp 530.493.382,49 hal ini disebabkan karena:
1. Salah dalam menghitung jumlah yang dana yang dibutuhkan dimasa mendatang (Future Value)
2. Tidak menetapkan target pertumbuhan minimum
3. Salah memilih instrumen investasi
Selain itu sang Ayah belum memiliki "manajemen resiko" yang baik karena Uang Pertanggungan hanya sebesar Rp 350 juta, jauh dibawah kisaran Uang Pertanggungan yang wajar yakni sebesar Rp 1 Miliar.